Kamis, 17 September 2009

Shalat Khusyu

''Sungguh beruntung orang-orang Mukmin. Yakni mereka yang khusyuk dalam shalatnya.'' (QS Al-Mukminun [23]: 1-2)
Mari kita ingat-ingat kembali. Sudah berapa ribu kali kita shalat? Kalau kita mulai wajib shalat sejak usia 13 tahun (akil balig), katakanlah sekarang usia kita 33 tahun, berarti sudah 20 tahun kita shalat. Seandainya tak pernah sekalipun kita membolos dalam shalat, berarti 20 tahun kali 12 bulan kali 150 kali, hasilnya kurang lebih 36 ribu kali kita shalat.
Nah, dari jumlah tersebut, berapa kali kita shalat yang benar-benar khusyuk? Berapa kali kita shalat yang seluruh perhatian kita, baik pancaindera maupun hati dan pikiran hanya untuk Allah, tidak terganggu oleh ingatan dan perasaan tentang dunia? Mungkin hal itu bisa kita hitung dengan jari. Bahkan, boleh jadi, belum sekalipun kita merasakan kekhusyukan dalam shalat.
Orang yang khusyuk shalatnya adalah orang yang sangat beruntung. Siapa orang yang shalatnya khusyuk hidupnya akan bahagia. Bahkan, kematian pun akan membuatnya bahagia. Ia sama sekali tidak takut mati. Karena setiap shalat ia selalu berdoa, ''Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.''
Mengapa kita harus takut berjumpa dengan Allah? Bukankah Dia yang kita hadapi saat shalat? Bukankah Dia yang nama-Nya selalu kita sebut-sebut selama ini, sedangkan mati adalah satu-satunya pintu yang membuat kita bisa berjumpa dengan-Nya?
Orang yang khusyuk berkeyakinan dalam shalatnya berjumpa dengan Allah, lalu ia selalu merasa dalam perhatian Allah, dalam pendengaran Allah, dalam tatapan Allah, sebagaimana ia wafat akan berjumpa dengan Allah. Allah mencintai hamba-Nya. Hamba itu pun mencintai Allah. Demikianlah kekasih Allah, ia akan tersenyum tatkala jiwanya dipanggil Allah. ''Wahai pribadi yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Masuklah dalam kelompok hamba-hamba-Ku yang Aku ridhai. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.''
Alangkah beruntungnya orang yang khusyuk dalam shalatnya. Surga perdana di dunia ini, bila Allah memberikan rasa khusyuk di dalam shalat kita.
Alangkah indahnya kalau para pejabat, para pemimpin, dan para wakil rakyat kita khusyuk shalatnya. Indonesia yang adil dan makmur insya Allah segera terwujud. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa khusyuk dalam shalat. Wallahu a'lam bish-shawab.


(M Arifin Ilham )

Mendekatkan Diri

''Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.'' (QS Al-Maidah [5]: 35).
Salah satu perintah Allah SWT dalam ayat di atas adalah untuk mencari jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam bahasa dien, disebut dengan taqarrub ilallah. Allah SWT berfirman, ''Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.'' (QS Al Baqarah [2]: 186). Allah SWT juga berfirman dalam hadis Qudsi, ''Apabila seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari. Apabila ia mendekati-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatinya satu hasta.'' Allah SWT telah menyatakan kedekatan dengan hamba-Nya. Namun, kita harus selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Amal saleh yang kita lakukan dengan ikhlas, semata-mata mencari ridha-Nya merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Kita harus melakukannya sesuai dengan tuntunan dalam Alquran dan hadis. Sehingga, pendekatan yang hakiki kepada-Nya dapat tercapai. Kedekatan diri kita dengan Allah SWT akan memberi beberapa pengaruh positif. Pertama, kita akan selalu ingat kepada-Nya, sehingga merasakan ketenangan dan ketentraman hati. Tidak timbul kegelisahan, kecemasan atau kekhawatiran dalam menghadapi berbagai macam situasi dan kondisi, karena yakin bahwa Dia selalu menyertai kita.
Kedua, kita selalu berhati-hati dalam berpikir, berperasaan, berkata dan bertindak agar tidak menyimpang dari jalan-Nya, karena selalu merasa dalam pengawasan-Nya. Ketiga, kita berkeinginan selalu memperbaiki amal saleh, karena akan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. ''Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.'' (QS Al Kahfi [18]: 107). Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.'' (QS Al Kahfi [18] : 110).
Dua ayat tersebut menerangkan, jika kita beramal saleh dan tidak mempersekutukan Allah SWT, kita akan bertemu dengan-Nya di surga. Inilah puncak kedekatan kita dengan-Nya. Semoga kita senantiasa dapat melakukan taqarrub-ilallah, sehingga kedekatan dengan-Nya terus meningkat dari waktu ke waktu sampai akhir hayat kita dan bertemu dengan-Nya kelak di surga.

(Sigit Indrijono)

Khusyuk


''Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.'' (QS Al-Mu'minun [23]: 1-2). Seorang ahli ibadah yang bernama Isam bin Yusuf dikenal khusyuk dalam shalatnya. Tetapi, dia masih ragu dengan kekhusukan ibadah yang telah dilakukannya.
Sehingga, ia selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih khusuk ibadahnya, agar ia bisa memperbaiki ibadahnya yang dirasakan belum khusuk. Suatu ketika, Isam pergi menghadiri majelis Hatim Al-Isam dan ia bertanya, ''Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan khusuk dalam shalat?'' Hatim menjawab, ''Apabila masuk waktu shalat aku berwudhu lahir dan batin.'' Isam bertanya lagi, ''Bagaimana yang tuan maksud dengan wudhu' lahir dan batin itu?''
''Wudhu lahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu dengan air. Sedangkan wudhu batin membasuh anggota dengan tujuh perkara, yaitu dengan bertobat, menyesali dosa yang dilakukan, tidak dibutakan oleh dunia, tidak mengharap pujian orang (riya'), meninggalkan sifat sombong dan berbangga diri, membuang sifat khianat dan menipu, serta menjauhkan diri dari sifat dengki.''
Selanjutnya Hatim berkata, ''kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula aku seolah-olah berdiri di atas titian Sirratal Mustaqim dan aku menganggap shalatku kali ini adalah shalat yang terakhir, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan doa dalam shalat kupahami maknanya, kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhuk, aku ber-tasyahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku shalat selama 30 tahun.''
Isam pun menangis. Ia merasa shalatnya belum sempurna. Apabila Isam bisa menangis hanya karena mengingat shalatnya yang belum khusyuk, apakah kita bisa melakukan seperti yang dilakukan Isam? Kita, jangankan menangisi shalat yang belum khusyuk, meninggalkan shalat lima waktu saja mungkin tanpa rasa bersalah.
Padahal, shalat akan mendekatkan kita pada Allah dan merupakan sarana mendapatkan pertolongan dari-Nya. ''Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.'' (QS Albaqarah [2]: 45).
Semoga kita bisa menjadi hamba-hamba yang taat mendirikan shalat dan selalu khusuk dalam shalatnya. Bukan sekadar ritual takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, sementara hati kita berkelana entah ke mana.
( MHD Natsir )

Obat Keluh Kesah

Rasulullah SAW bersabda, ''Manusia yang paling jelek adalah yang bersifat amat kikir dan pengecut.'' (HR Ahmad dan Abu Daud). Allah SWT memaparkan dalam QS Al Ma'aarij (70) ayat 19-20 tentang tiga sifat tercela yang sering melekat pada manusia yaitu keluh kesah, frustrasi, dan kikir. Sifat manusia juga cenderung angin-anginan. Allah menyebutnya sebagai orang-orang yang ''berada di tepi''.
''Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan), maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (kembali kafir lagi). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.'' (QS Al Hajj [22]: 11) Manusia memiliki sifat keluh kesah, risau, dan gundah gulana. Apabila mendapatkan ujian dalam bentuk kejelekan seperti musibah, kesulitan, atau problematika hidup lainnya ia berkeluh kesah dan frustrasi.
Sebaliknya, apabila mendapatkan ujian dalam bentuk kebaikan seperti nikmat kesehatan, harta kekayaan, atau posisi dan kedudukan ia menjadi kikir, lupa daratan, dan tidak mensyukuri nikmat Allah SWT, serta ingkar dengan kekuasaan Allah.
Sifat keluh kesah dan frustrasi ini banyak melekat pada manusia, mulai dari yang miskin papa sampai yang kaya raya, mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua. Seorang ibu yang frustrasi dan gamang akan masa depannya mengakhiri hidupnya sendiri dan anak-anaknya.
Para pegawai dan pejabat banyak yang frustrasi menghadapi akhir masa jabatannya. Mereka khawatir menghadapi kehidupan dengan penuh kesulitan dan tidak mendapatkan penghargaan, serta merasa kurang bermanfaat di masyarakat.
Islam telah memberikan solusi dan antisipasi untuk mengobati penyakit keluh kesah dan frustrasi. Dalam surat Al Ma'aarij (QS 70: 22-34) Allah SWT memberikan tujuh kiat menanggulangi sifat ini. Allah berpesan pada kita untuk tetap mengerjakan shalat (ayat 24-25), mengeluarkan zakat dan mendermakan harta kekayaannya (ayat 24-25), memercayai hari pembalasan (ayat 26), takut terhadap azab Allah SWT (ayat 27-28), memelihara kemaluannya (ayat 29-30), memelihara amanah dan janjinya (ayat 32), serta memberikan kesaksian secara tepat dan benar (ayat 33).
Insya Allah apabila umat Islam dapat melaksanakan konsep dari Allah yang dituangkan dalam Alquran secara baik sesuai dengan aturan syariah dan dilandasi tulus ikhlas akan mendapatkan ketenangan hidup di dunia. Dan di akhirat, ia akan mendapatkan balasan berupa surga dan dimuliakan Allah SWT.

(KH Yusuf Supendi )

Kisah adik dan kakak

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan diriku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!

"Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!

"Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun.Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.

Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya merengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang>begitu baik..."Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya?Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah,saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya."Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan, saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimkanmu uang."Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.

Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) .

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, " Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "Aku merasa tersentuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..

"Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..

"Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus,seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya."Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya."Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi,batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya,dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Berkali-kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga,mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah disini.

"Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel,ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya."Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan menjadi buah bibir orang?

"Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"Mengapa membicarakan masa lalu?"Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya.Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih kepadanya adalah adikku."Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

"When life gives you a hundred reasons to cry, show life that you have a THOUSAND reasons to smile.."








- anonymous -


"I'm jealuosly...why we fourth never been like them..."


"Until the time is come...we can feel lost in the space without brothers n sister..."

Selasa, 15 September 2009

Tanda tanda Lailatul Qadar

Lailatul Qadar merupakan satu malam yang mempunyai kelebihan lebih seribu bulan yang lain. Ini dapat kita lihat daripada apa yang telah dinukilkan oleh Allah di dalam al-Quran dalam surah al-Qadar. Begitu juga dengan apa yang telah diberitahukan oleh Rasulullah S.A.W dalam beberapa hadis yang sohih. Kita disuruh untuk menghidupkan malam lailatul qadar dan tidak membiarkannya berlalu begitu saja. Rasulullah S.A.W telah bersabda dalam hadis muttafaq 'alaih daripada Abu Hurairah yang artinya : Sesiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar penuh keimanan dan keikhlasan akan diampun baginya dosa yang telah lalu.
    Menurut imam Fakhrurrazi bahwa Allah menyembunyikan malam lailatul qadar dari pengetahuan kita sebagaimana Dia menyembunyikan segala sesuatu yang lain. Dia menyembunyikan keredhaanNya pada setiap ketaatan sehingga timbul dalam diri kita keinginan untuk melakukan semua ketaatan atau ibadat itu. Begitu juga Dia menyembunyikan kemurkaanNya pada setiap perkara maksiat agar kita berhati-hati dan menjauhi segala maksiat dan tidak memilih antara dosa besar dan kecil untuk melakukannya kerana dosa kecil jika terus dilakukan secara berterusan akan menjadi dosa besar jika kita tidak bertaubat dan berusaha meninggalkannya. Dia menyembunyikan wali-waliNya agar manusia tidak terlalu bergantung kepada mereka dalam berdoa sebaliknya berusaha sendiri dengan penuh keikhlasan dalam berdoa untuk mendapatkan sesuatu daripadaNya kerana Allah menerima segala doa orang yang bersungguh-sungguh dan tidak mudah berputus asa. Dia menyembunyikan masa mustajab doa pada hari Jumaat supaya kita berusaha sepanjang harinya. Begitulah juga Allah menyembunyikan penerimaan taubat dan amalan yang telah dilakukan supaya kita sentiasa istiqamah dan ikhlas dalam beramal dan sentiasa bersegera dalam bertaubat. Demikianlah juga dengan penyembunyian malam lailatul qadar agar kita membesarkan dan menghidupkan keseluruhan malam Ramadhan dalam mendekatkan diri kepadaNya bukan hanya sekadar menunggu malam lailatu qadar sahaja untuk beribadat dan berdoa. Tetapi inilah penyakit besar yang menimpa umat Islam yang menyebabkan malam-malam Ramadhan lesu kerana mereka hanya menanti malam yang dianggap malam lailatul qadar sahaja untuk beribadat. Kerana mengejar kelebihan lailatul qadar yang mana kita tidak mengetahui masanya yang tertentu menyebabkan kita terlepas dengan kelebihan Ramadhan itu sendiri yang hanya datang setahun sekali.
Antara tanda-tanda dalam mengetahui malam lailatul qadar adalah berdasarkan beberapa hadis di bawah :
1. Abi Ibnu Ka'ab telah meriwayatkan bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda mengenai lailatul qadar yang artinya : Sesungguhnya matahari yang keluar pada hari itu tidak begitu bercahaya (suram). - Hadis riwayat imam Muslim dalam kitab puasa -
2. Telah diriwayatkan daripada Nabi S.A.W bahawa baginda telah bersabda yang artinya : Sesungguhnya tanda-tanda lailatul qadar, bahawa malamnya bersih suci seolah-olah padanya bulan yang bersinar, tenang sunyi, tidak sejuk padanya dan tidak panas, tiada ruang bagi bintang untuk timbul sehingga subuh, dan sesungguhnya tanda-tandanya matahari pada paginya terbit sama tiada baginya cahaya seperti bulan malam purnama tidak membenarkan untuk syaitan keluar bersamanya pada hari itu. - Hadis riwayat imam Ahmad dengan isnad jayyid daripada Ibadah bin As-Somit -
3. Dalam Mu'jam At-Tobarani Al-Kabir daripada Waailah bin Al-Asqa' daripada Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Malam lailatul qadar bersih, tidak sejuk, tidak panas, tidak berawan padanya, tidak hujan, tidak ada angin, tidak bersinar bintang dan daripada alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya(suram).
4. Telah meriwayat Al-Barraz dalam musnadnya daripada Ibn Abbas bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Malam lailatul Qadar bersih tidak panas dan tidak pula sejuk.
Qadhi 'Iyad telah mengatakan ada dua pendapat mengenai matahari yang terbit tanpa cahaya iaitu:
1) Ia merupakan tanda penciptaan Allah SWT.
2) Menunjukkan bahawa kerana terlalu banyak para malaikat yang berzikir kepada Allah pada malamnya dan mereka turun ke bumi yang menyebabkan sayap-sayap dan tubuh  mereka yang halus  menutupi dan menghalangi matahari dan cahayanya.

Daripada hadis-hadis di atas bolehlah kita buat kesimpulan bahawa antara tanda-tanda lailatul qadar ialah :
a. Pada malamnya keadaan bersih dengan cuaca tidak sejuk dan tidak pula panas.
b. Malamnya tenang yang mana terang dan angin tidak bertiup sebagaimana biasa dan awan agak nipis.
c. Malamnya tidak turun hujan dan bintang pula tidak bercahaya seolah-olah tidak timbul.
d. Pada siangnya pula matahari terbit dalam keadaan suram.

Segelas Susu

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan dari pintu ke pintu,
menemukan bahwa dikantongnya hanya tersisa beberapa sen uangnya,  dan dia sangat lapar.
Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya.
Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda membuka pintu rumah.
Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air.
Wanita muda tersebut melihat,  dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut pastilah lapar,
oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu.
Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya,
"berapa saya harus membayar untuk segelas besar  ?"
Wanita itu menjawab:
"Kamu tidak perlu membayar apapun".
"Ibu kami mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kebaikan" kata wanita itu menambahkan.
Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata :" Dari dalam hatiku aku berterima kasih  ."
Sekian tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang sangat kritis. Para dokter dikota itu sudah tidak sanggup menganganinya.
Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, dimana terdapat dokter spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut.
Dr. Howard Kelly dipanggil untuk melakukanpemeriksaan.  Pada saat ia mendengar nama kota asal siwanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata  Dr Kelly.
Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumahsakit, menuju kamar si wanita tersebut.
Dengan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu.
Ia langsung mengenali wanita itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa wanita itu. Mulai hari itu,Ia selalu memberikan perhatian khusus pada kasus wanita itu.
Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnyadiperoleh kemenangan.. . Wanita itu sembuh !!.
Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan.
Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu padapojok atas lembar tagihan, dan kemudian mengirimkannya ke kamar pasien.
Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa ia tak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya.
Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihantersebut, dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut.
Ia membaca tulisan yang berbunyi..
"Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu.."
tertanda, DR Howard Kelly.
Air mata kebahagiaan membanjiri matanya. Ia berdoa :"Tuhan, terima kasih, bahwa cintamu telah memenuhi seluruh bumi melalui hati dan tangan manusia"

Cinta Lelaki Biasa

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau
menikah dengan lelaki itu.
Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar,
keheranan yang terjadi
bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-
kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.
Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang
baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.
Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon
limabelas watt.
Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas.
Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana.
Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!
Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik,
kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua
Nania yang pintar
berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania
menyampaikan keinginan
Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena
semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah
berkeluarga membawa serta buntut mereka.
Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul
senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat
Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita
melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang
melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas,
Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik.
Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata
kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada
tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.
Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?
Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa,
maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus
iya, toh?
Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami.
Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris,
juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.
Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki
manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa,
kakak-kakak, dan terakhirMama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka
atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak
menyukai Rafli.
Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.
Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa,
dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa,
dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter
kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu
mudah menentukan masa depan
seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'.
Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania
menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di
sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
***
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang
Nania,
apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga
menjelaskan
kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.
Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga
Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia
meladeni Nania.
Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!
Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!
Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes.
Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka
beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses,
mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.
Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua.
Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti.
Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan.
Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak.
Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang.
Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji
Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.
Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab
suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..
Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?
Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut.
Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania
cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!
Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa,
dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji
yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania.
Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.
Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang
mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania
memiliki suami terbaik di dunia.
Hidup perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra.
Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania,
bisik Papa dan Mama.Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk
bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit
dari hari ke hari.
Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak.
Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga.
Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania
menangis.
***
Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari
waktunya.
Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania.
Harus segera dikeluarkan!
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim
Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan
sakit yang teramat sangat.
Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.
Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu
shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di
sisi tempat tidur. Sementara
kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania
tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan
Nania per lima menit, lalu tiga menit.
Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.
Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan
harapan.
Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan.
Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua.
Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab
dulu-dulu
kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah.
Perkiraan mereka meleset.
Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak
sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah.
Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.
Dokter?
Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.
Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli
tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka
merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di
perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu
dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu
yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga
perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya,dan langkah-langkah
cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak
berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
Pendarahan hebat!
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah.
Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi
mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali.
Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda.
Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh
darahnya
dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
***
Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke
rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama
anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu
sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat
hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.
Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit,
sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil.Walau tak banyak, mulai
terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania
dengan Rafli.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali
untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja
mengerti dan memberikan izin penuh.
Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam.
Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di
ruang ICU.
Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka,
melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening
istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah,
Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil
menggenggam tangan istrinya
mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan
membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak
bosan-bosannya berbisik,Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud danpermohonan.
Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata
kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-
orang di sekitarnya, bagi Rafli.
Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya.
Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau
badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.
Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir,
kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah
tidur terlalu lama.
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab.
Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.
Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan
mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang
meleleh.
Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.
Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir.
Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu.
Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong
Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan
tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur.
Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur.
Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu.
Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan
Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan
sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar.
Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton
bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan
hal yang sama, selalu melibatkan
Nania. Begitu bertahun-tahun.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya.
Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorongkursi roda Nania ke sana kemari.
Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga
tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan
iba, namun juga mengomentari,
mengoceh, semua berbisik-bisik.
Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!
Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.
Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang
penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa
tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka
memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja,
bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka..
Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang
beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa
dia syukuri. Meski tubuhnya
tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah
direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya.
Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.